Minggu, 29 September 2013

Budaya Unik | Prosesi Pernikahan Lubuk Jantan Minangkabau

Mengenal Adat Pernikahan Unik Lubuak Jantan Minangkabau ---Seperti yang kita ketahui sendiri, Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya akan adat istiadat, serta budaya yang beraneka ragam dari Sabang sampai Merauke.

Nah, untuk itu pada kesempatan kali ini Artikel Travel akan berbagi sekilas Informasi Travel Dan Wisata tentang Mengenal Pernikahan Unik Lubuak Jantan Minangkabau.
Adat Pernikahan Unik Lubuak Jantan Minangkabau
Salah satu keragaman budaya Indonesia terlihat dari prosesi atau adat pernikahan yang berbeda-beda. Misalnya Minangkabau, Sumatera Barat. Provinsi ini memiliki nuansa budaya tersendiri dalam melangsungkan pernikahan.

Mempertahankan tradisi adat pernikahan sudah menjadi keharusan masyarakat Minangkabau yang tinggal di Tanah Datar-Lintau, Desa Lubuak Jantan. Balutan nuansa syariat Islam sangat kental membungkusnya.

Pelaminan khas Minang ala Lubuak Jantan ini bertaburkan kain bersulam benang emas. Hitam begitu mendominasi sebagai warna yang mewakili kalangan datuk. Dalam adat pernikahan ini terdapat acara manyambuik marapulai, yakni prosesi adat yang dilaksanakan ketika mempelai pria (marapulai) datang dari mesjid setelah melakukan akad nikah.

Kebiasaan masyarakat Lubuak Jantan, melangsungkan pernikahan setelah salat Jumat. Dan ketika akad berlangsung pun mempelai wanita (anak daro) tidak mendampingi mempelai pria, melainkan menunggu di kediaman anak daro.

Usai akad di mesjid, marapulai dengan diantar orang tuo dan ninik mamak (penghulu) mendatangi anak daro yang telah menanti kedatangan marapulai dengan mempersiapkan upacara adat prosesi manyambuik marapulai.

Musik Talempong (sejenis alat musik gamelan) terus dimainkan untuk mengisi jeda atau ketika menuju ke prosesi selanjutnya.

Ketika marapulai dan keluarganya tiba di pintu kediaman anak daro (marapulai alah tibo), langsung disambut dengan Tari Gelombang sebagai tarian penyambut tamu dan petatah petitih (berbalas pantun) antara mintuo orangtua anak daro dan dibalas oleh mintuo orangtua marapulai (ibunda masing-masing mempelai).

Inti dari petatah petitih ini adalah keluarga anak daro menerima kadatangan keluarga marapulai. Setalah itu Tari Persembahan yang dilakukan oleh beberapa penari perempuan mengiringi masuknya marapulai.

Marapulai belum bisa bersanding dengan anak daro di pelaminan sebelum mintuo marapulai (mertua mempelai pria) melakukan prosesi adat membasuah kaki, yaitu mintuo marapulai membersihkan kaki marapulai dengan air hingga tidak ada kotoran sedikitpun yang melekat, sebagai perlambang membersihkan kotoran (dosa) masa lalu.

Lalu marapulai berjalan di atas kain putih dalam keadaan bersih tidak berbekas, ini menandakan marapulai mendatangi anak daro dalam keadaan suci. Dalam prosesi adat ini, kedua mempelai bersanding dengan bersimpuh di lantai, tidak seperti pernikahan pada umumnya yang menggunakan kursi pelaminan.

Tari piring pun disuguhkan sebagai bentuk kegembiraan dan untuk menghibur mempelai dan masyarakat yang hadir. Lalu acara dilanjutkan dengan acara makan bajamba.

Terdapat sepasang setajuak yang terikat janur berjumlah limaa dan enam. Bila dijumlah menjadi sebelas, menandakan pengantin berasal dari keluarga bangsawan.

Kaki setajuak adalah ketan kuning dan satu lagi berisi sirih, kapur, dan pinang dibungkus saputangan bersulam emas. Terdapat pula sepasang jamba gadang yang ditutup saputangan bersulam emas. Salah satu jamba gadang tersebut berisi ketan kuning, ketan putih, ketam hitam, dan paniaram. Sedangkan yang lain berisi nasi lengkap dengan lauk pauknya.

Dihadapan kedua mempelai ada jamba (hidangan), dulang yang berisi nasi terdiri dari empat warna, ada kuning, putih, hitam, dan di atasnya ditutup dengan warna coklat sebagai pemersatu. Semuanya ini memiliki makna masing-masing.

Warna putih melambangkan alim ulama atau religius, lalu warna hitam perlambang datuak atau orang mempunyai derajat tinggi, sedangkan warna kuning untuk orang memiliki sifat cendekiawan atau orang yang pandai.

Dibagian samping kiri dan kanan pelaminan di gelar sepra (kain putih) tempat menjamu para undangan. Jamuan berupa kue dan makanan tradisional Minangkabau seperti lamang, tapek kucui, ketan tape, dan kolak pisang (sono) diisikan pada piring-piring kecil. Ada juga cirano yang berisi makanan sebagai persembahan bagi datuk desa lain.

Dalam prosesi ini mempelai tidak saling menyuapi, tetapi masing-masing mempelai mengambil atau memilih jenis nasi yang hendak disuapnya. Apapun yang dipilih akan melambangkan sifat orangnya. Acara ini disudahi dengan acara bajamba atau makan bersama.

Pakaian pernikahan adat Minangkabau biasanya berwarna hitam ditaburi aura keemasan menyelimuti keseluruhan penampilan mempelai dengan sulaman emas pada baju kedua pengantin dan kain songket bertabur emas yang berornamen khas.

Baju kurung panjang dan kain sarung balapak merupakan busana anak daro pada umumnya. Hiasan pada kepala dan aksesori pendukung lainnya berupa belenggek ini terdiri dari dua tingkat, yang pertama merupakan tanduk dari kain bersulam benang emas yang di atasnya dihiasi dengan tanduk emas atau dikenal dengan tengkuluk ameh.

Pakaian marapulai biasanya adalah 'pakaian kebesaran adat' yang terdiri dari baju gadang basiba, sarawa (celana) guntiang ampek dan Beta atau hiasan kepala dilengkapi dengan serong serta karih (keris).

Dari awal sampai selesai terlihat jelas jika prosesi atau adat Pernikahan Lubuak Jantan Minangkabau ini begitu unik dan khas.

Itulah sekilas Informasi Travel Dan Wisata pada kesempatan kali ini tentang Pernikahan Unik Lubuak Jantan Adat Minangkabau. Masih di Padang Sumatera Barat, baca juga Artikel Travel sebelumnya tentang Keindahan Dan Pesona Alam Payakumbuh Sumatera Barat. Semoga bisa bermanfaat serta menjadi inspirasi wisata keluarga Anda...

 
© Copyright 2013 - 2017Informasi Travel Dan Wisata Partnership Wisata Alam Indonesia Powered by Blogger.com.